Kesehatan

CISDI Peringatkan Pemerintah: Penundaan Cukai Minuman Berpemanis Perburuk Krisis Kesehatan dan Ekonomi

JAKARTA – Lembaga think tank kesehatan publik, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), mengeluarkan peringatan keras kepada pemerintah terkait wacana penundaan kembali implementasi cukai untuk Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK). CISDI menegaskan bahwa setiap penundaan kebijakan ini akan membawa konsekuensi serius, tidak hanya memperburuk krisis penyakit tidak menular (PTM) yang telah membebani bangsa, tetapi juga menghilangkan potensi pendapatan negara yang krusial untuk pembiayaan kesehatan.

Peringatan ini disampaikan di tengah ketidakpastian jadwal penerapan cukai MBDK yang telah direncanakan sejak beberapa tahun lalu namun belum juga terealisasi. CISDI berpandangan bahwa menunda kebijakan ini sama dengan membiarkan masyarakat, terutama anak-anak dan kelompok rentan, terus terpapar risiko kesehatan akibat konsumsi gula berlebih, sementara negara kehilangan momentum untuk melakukan intervensi fiskal yang terbukti efektif di berbagai negara.

Kebijakan cukai MBDK dipandang oleh komunitas kesehatan global sebagai salah satu instrumen paling efektif untuk mengendalikan konsumsi produk yang berkontribusi pada obesitas dan diabetes. Oleh karena itu, penundaan yang terus-menerus dianggap sebagai sebuah langkah mundur dalam upaya pembangunan kesehatan publik jangka panjang di Indonesia.


 

Analisis Mendalam: Alarm Darurat Penyakit Tidak Menular di Indonesia

 

Peringatan yang dilontarkan oleh CISDI tidak muncul tanpa dasar. Indonesia saat ini tengah menghadapi “epidemi senyap” dari penyakit tidak menular yang terkait erat dengan pola makan dan gaya hidup, khususnya diabetes melitus dan obesitas.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) terakhir dan laporan dari Federasi Diabetes Internasional (IDF), prevalensi diabetes di Indonesia terus menunjukkan tren peningkatan yang mengkhawatirkan. Jutaan penduduk Indonesia hidup dengan diabetes, dan lebih banyak lagi yang berada dalam kondisi pradiabetes tanpa menyadarinya. Penyakit ini tidak hanya menurunkan kualitas hidup penderitanya, tetapi juga menjadi pintu masuk bagi komplikasi serius lainnya seperti penyakit jantung, stroke, gagal ginjal, dan kebutaan.

Salah satu kontributor utama dari lonjakan kasus ini adalah perubahan pola konsumsi masyarakat yang semakin tinggi terhadap makanan dan minuman olahan dengan kadar gula tinggi. Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK)—seperti soda, teh kemasan, minuman energi, dan sari buah dengan tambahan gula—menjadi sorotan utama karena merupakan sumber asupan gula tersembunyi yang sangat mudah diakses dan dikonsumsi dalam jumlah besar, terutama oleh anak-anak dan remaja.

Konsumsi MBDK secara berlebihan terbukti secara ilmiah meningkatkan risiko obesitas, resistensi insulin, dan pada akhirnya diabetes tipe 2. Beban yang ditimbulkan tidak hanya bersifat personal bagi penderita dan keluarganya, tetapi juga bersifat sistemik, membebani sistem jaminan kesehatan nasional (BPJS Kesehatan) dengan biaya perawatan yang sangat besar.


 

Risiko Ganda dari Penundaan Kebijakan

 

Menurut CISDI, menunda implementasi cukai MBDK akan menciptakan dua risiko besar yang berjalan secara simultan:

1. Risiko Kesehatan Publik yang Semakin Memburuk Setiap tahun kebijakan ini ditunda, berarti ada satu tahun lagi di mana konsumsi MBDK yang berbahaya tidak terkendali oleh instrumen harga. Harga MBDK yang relatif murah dan terjangkau membuatnya menjadi pilihan minuman sehari-hari bagi banyak kalangan. Tanpa adanya disinsentif harga melalui cukai, pola konsumsi ini akan sulit berubah.

Akibatnya, angka penderita obesitas dan diabetes diperkirakan akan terus merangkak naik. Hal ini berarti akan ada lebih banyak warga negara yang produktivitasnya menurun akibat penyakit, dan beban pembiayaan kesehatan yang harus ditanggung oleh negara melalui BPJS Kesehatan akan terus membengkak. Pada akhirnya, bonus demografi yang dimiliki Indonesia terancam tidak akan optimal jika generasi mudanya tidak sehat.

2. Risiko Kehilangan Potensi Pendapatan Negara (Fiskal) Selain sebagai instrumen pengendalian, cukai juga berfungsi sebagai sumber pendapatan negara. Potensi penerimaan dari cukai MBDK diperkirakan mencapai triliunan rupiah setiap tahunnya. Dana segar ini, jika diimplementasikan dengan mekanisme earmarking (pengalokasian khusus), dapat menjadi sumber pembiayaan yang berkelanjutan untuk program-program kesehatan.

Dana tersebut dapat digunakan untuk:

  • Promosi Kesehatan: Menggelar kampanye nasional tentang bahaya gula dan pentingnya gizi seimbang.
  • Upaya Preventif: Memperkuat layanan Posyandu dan Puskesmas untuk melakukan deteksi dini diabetes dan obesitas.
  • Mendanai BPJS Kesehatan: Membantu menutupi defisit atau meningkatkan layanan bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional.

Dengan menunda cukai, pemerintah tidak hanya kehilangan kesempatan untuk menekan angka penyakit, tetapi juga kehilangan sumber daya finansial yang seharusnya bisa digunakan untuk mengatasi masalah tersebut.


 

Belajar dari Praktik Terbaik Internasional

 

Argumentasi untuk segera menerapkan cukai MBDK semakin kuat jika melihat bukti-bukti keberhasilan dari puluhan negara yang telah lebih dulu mengimplementasikannya. Kebijakan ini bukanlah sebuah eksperimen, melainkan sebuah praktik terbaik (best practice) yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

  • Meksiko: Sebagai salah satu negara pertama yang menerapkan cukai MBDK secara nasional pada tahun 2014, Meksiko berhasil menunjukkan penurunan signifikan dalam pembelian minuman berpemanis, terutama di kalangan rumah tangga berpenghasilan rendah.
  • Inggris (Britania Raya): Menerapkan model cukai bertingkat (tiered levy) yang didasarkan pada kandungan gula per 100 ml. Hasilnya sangat positif: lebih dari 50% produsen minuman mereformulasi produk mereka untuk mengurangi kandungan gula agar terhindar dari tarif cukai yang lebih tinggi. Ini adalah contoh keberhasilan di mana kebijakan fiskal mendorong inovasi industri ke arah yang lebih sehat.
  • Afrika Selatan, Filipina, dan Thailand: Negara-negara ini juga melaporkan hasil positif, baik dalam bentuk penurunan konsumsi maupun peningkatan kesadaran publik tentang risiko kesehatan dari gula berlebih.

Pengalaman internasional ini membantah kekhawatiran bahwa cukai akan mematikan industri. Sebaliknya, kebijakan ini dapat mendorong industri untuk beradaptasi dan berinovasi menciptakan produk yang lebih sehat, sejalan dengan meningkatnya permintaan konsumen akan pilihan yang lebih baik.


 

Kesimpulan

 

Peringatan yang disampaikan oleh CISDI merupakan representasi dari suara komunitas kesehatan publik yang menantikan langkah konkret dan berani dari pemerintah. Penundaan implementasi cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK) bukanlah keputusan tanpa biaya. Biaya tersebut harus diukur dari potensi hilangnya nyawa dan kualitas hidup akibat penyakit tidak menular, serta membengkaknya anggaran kesehatan negara yang dapat dihindari.

Meskipun terdapat resistensi dari beberapa pihak, bukti-bukti ilmiah dan pengalaman dari berbagai negara telah menunjukkan bahwa manfaat jangka panjang dari kebijakan cukai MBDK jauh melampaui potensi dampak ekonomi jangka pendeknya. Keputusan untuk menerapkan cukai ini pada akhirnya adalah sebuah pilihan kebijakan yang mencerminkan prioritas bangsa: apakah akan mendahulukan kesehatan generasi masa depan dan keberlanjutan sistem jaminan sosial, atau mempertahankan status quo yang terbukti merugikan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button